Halaman

Kamis, 09 Januari 2014

Tulisan 12 & 13

Tulisan 12 & 13
Empowerment, Stres dan Konflik
A.   Definisi Empowerment
Pemberdayaan (empowerment) mempunyai beberapa pengertian. Menurut Merriam Webster dan Oxford English Dictionary kata empower mengandung dua arti. Pertama adalah pengertian to give ability or to enable, yaitu memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas pada fihak lain. Sedangkan dalam pengertian kedua diartikan sebagai upaya memberi kemampuan dan keberdayaan. Memberi daya dimana daya ini dimaksimalkan sebagai daya hidup mandiri.
Konsep empowerment telah mengubah konsep pembangunan dan sekaligus strategi bagaimana mengentaskan kemiskinan khususnya di pedesaan. Perubahan ini sering disebut orang sebagai perubahan paradigma atau serangkaian perubahan mulai dari tataran konsep, teori, nilai-nilai, metodologi sampai ke tataran pelaksanaannya.
Pemberdayaan menjadi konsep kunci untuk menanggapi kegagalan pelaksanaan pembangunan selama ini. Sejak dicanangkan konsep pembangunan pada akhir masa perang dunia kedua, ternyata pembangunan membuat orang semakin miskin atau jumlah orang miskin semakin banyak, dan gagasan modernisasi tidak mampu meneteskan hasil-hasil pembangunan kepada kelompok masyarakat termiskin.
B.   Kunci efektif empowerment
Konsep pemberdayaan (empowerment), menurut Friedmann muncul karena adanya dua primise mayor, yaitu “kegagalan” dan “harapan”. Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya model pembangunan ekonomi dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan lingkungan yang berkelanjutan, sedangkan harapan muncul karena adanya alternatif-alternatif pembangunan yang memasukkan nilai-nilai demokrasi, persamaan gender, peran antara generasi dan pertumbuhan ekonomi yang memadai.
Selanjutnya Friedmann dalam Prijono dan Pranaka (1996) menyatakan bahwa kekuatan aspek sosial ekonomi masyarakat menjadi akses terhadap dasar-dasar produksi tertentu suatu rumah tangga yaitu informasi, pengetahuan dan ketrampilan, partisipasi dalam organisasi dan sumber-sumber keuangan, ada korelasi yang positif, bila ekonomi rumah tangga tersebut meningkatk aksesnya pada dasar-dasar produksi maka akan meningkat pula tujuan yang dicapai peningkatan akses rumah tangga terhadap dasar-dasar kekayaan produktif mereka.
C.   Definisi Stres
Menurut Manuaba (1998) stress adalah segala rangsangan atau aksi dari tubuh manusia baik yang berasal daru luar maupun dari dalam tubuh itu sendiri yang dapat menimbulkan bermacam-macam dampak yang merugikan mulai dari menurunnya kesehatan sampai kepada dideritanya suatu penyakit. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, semua dampak dari stress tersebut akan menjurus kepada menurunnya performansi, efisiensi dan produktifitas kerja yang bersangkutan.
D.   Sumber Stres
Sumber stres bisa disebabkan oleh Kondisi individu seperti umur, jenis kelamin, temperamental, genetic, intelegensia, pendidikan, kebudayaan dll. Faktor lingkungan, individu, organisasi juga salah satu pemicu muncul nya stres.
Ciri kepribadian seperti introvert atau ekstrover, tingkat emosional, kepasrahan, kepercayaan diri dll. Sosial – kognitif seperti dukungan sosial, hubungan social dengan lingkungan sekitarnya adalah strategi untuk menghadapi setiap stress yang muncul.

E.    Pendekatan Stres
Sumber pontensial stres memberikan informasi kepada manajemen perusahaan untuk melaksanakan pendekatan individu terhadap organisasional dalam mengatasi stres. Ada dua pendekatan dalam mengatasi stres, yaitu:
  1. Pendekatan individual
Seorang karyawan dapat memikul tanggung jawab pribadi untuk mengurangi tingkat stresnya. Strategi individu yang telah terbukti efektif adalah:
1.      Teknik manajemen waktu.
2.      Meningkatkan latihan fisik.
3.      Pelatihan pengenduran (relaksasi).
4.      Perluasan jaringan dukungan sosial.

  1. Pendekatan Organisasional.
Beberapa faktor yang menyebabkan stres terutama tuntutan tugas dan peran, struktur organisasi dikendalikan oleh manajemen. Strategi yang digunakan:
1.      Perbaikan seleksi personil dan penempatan kerja.
2.      Penggunaan penetapan tujuan yang realistis.
3.      Perancangan ulang pekerjaan.
4.      Peningkatan keterlibatan kerja.
5.      Perbaikan komunikasi organisasi.
6.      Penegakkan program kesejahteraan korporasi.

F.    Definisi Konflik
Terdapat banyak definisi mengenai konflik yang bisa jadi disebabkan oleh perbedaan pandangan dan setting dimana konflik terjadi. Dibawah ini bisa terlihat perbedaan definisi tersebut : Conflict is a process in which one party perceives that its interests are being opposed ora negatively affected by another party. Konflik merupakan suatu bentuk interaksi diantara beberapa pihak yang berbeda dalam kepentingan, persepsi dan tujuan.
Konflik adalah perbedaan pendapat antara dua atau lebih banyak anggota organisasi atau kelompok, karena harus membagi sumber daya yang langka, atau aktivitas kerja dan atau karena mereka mempunyai status, tujuan, penelitian, atau pandangan yang berbeda. Para anggota organisasi atau sub-unit yang sedang berselisih akan berusaha agar kepentingan atau pandangan mereka mengungguli yang lainnya.
Konflik merupakan sebuah situasi dimana dua orang atau lebih menginginkan tujuan-tujuan yang menurut persepsi mereka dapat dicapai oleh salah seorang diantara mereka, tetapi hal itu tidak mungkin dicapai oleh kedua belah pihak.
Di antara definisi yang berbeda itu nampak ada suatu kesepakatan, bahwa konflik dilatarbelakangi oleh adanya ketidakcocokan atau perbedaan dalam hal nilai, tujuan, status, dan lain sebagainya. Terlepas dari faktor yang melatarbelakangi terjadinya suatu konflik, gejala yang mengemuka dalam suatu organisasi saat terjadi konflik adalah saat individu atau kelompok menunjukkan sikap “bermusuhan” dengan individu atau kelompok lain yang berpengaruh terhadap kinerja dalam melakukan aktivitas organisasi.

G.   Jenis-jenis Konflik
Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik atas dasar fungsinya, ada pembagian atas dasar pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, dan sebagainya.
  1. Konflik Dilihat dari Fungsi
Berdasarkan fungsinya, Robbins (1996:430) membagi konflik menjadi dua macam, yaitu: konflik fungsional (Functional Conflict) dan konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict). Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok. Sedangkan konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok.
  1. Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman (1989:393) membagi konflik menjadi enam macam, yaitu:
a.       Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya.
b.      Konflik antar-individu (conflict among individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian (personality differences) antara individu yang satu dengan individu yang lain.
c.       Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma - norma kelompok tempat ia bekerja.
d.      Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization). Konflik ini terjadi karena masing - masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
e.       Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.
f.       Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individuals in different organizations). Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku dari anggota suatu organisasi yang berdampak negatif bagi anggota organisasi yang lain. Misalnya, seorang manajer public relations yang menyatakan keberatan atas pemberitaan yang dilansir seorang jurnalis.
H.   Proses Konflik
Proses konflik tidak hanya mengacu kepada bentuk konflik yang nampak dari tindakan yang terbuka dan penuh kekerasan tapi juga bentuk yang tidak nampak seperti situasi ketidaksepakatan antar pihak. Proses konflik dapat dimulai dari sumber konflik yang meliputi tujuan yang saling bertentangan dan nilai-nilai yang berbeda. Selanjutnya dapat dilihat melalui konflik presepsi dan emosi, manifes konflik, dan hasil konflik.
Konflik akan timbul bila terjadi ketidak harmonisan antara seseorang dalam suatu kelompok dan orang lain dari kelompok lain. Pada dasarnya konflik sesuatu yang wajar terjadi. Konflik akan selalu terjadi, karena manusia dalam suatu organisasi atau perusahaan masing-masing memiliki latar belakang keluarga dan pendidikan yang berbeda-beda. Kadang kala juga ada perbedaan kebiasaan atau pribadi yang kurang baik.  Secara definitif konflik dapat diartikan sebagai suatu pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya, orang lain organisasi dengan kenyataan apa yang diharapkannya. Mc Sahne mendefiniskan konflik sebagai suatu proses dimana salah satu pihak merasa bahwa minat atau tujuannya secara negatif dipengaruhi oleh pihak lain. Sedangkan Stephen Robbin mendefinisikan konflik sebagai suatu proses yang diawali ketika satu pihak merasa bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif atau akan segera mempengaruhi secara negatif sesuatu yang menjdi perhatian pihak pertama.

Sumber :
Munandar, ashar sunyoto, (2001), Psikologi Industri dan Organisasi, Jakarta : Universitas Indonesia Pres.
Panglaykim, j & Tanzil, hanzil. (1981). Manajemen Suatu Pengantar. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Azrul Azwar. 1988. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi kedua. Jakarta: PT. Bina Rupa Aksara.

Herujito Yayat, M. 2001. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: PT Grasindo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar