Halaman

Kamis, 09 Januari 2014

Tulisan 14 & 15

Tulisan 14 & 15
Komunikasi Dalam Manajemen
A.   Definisi Komunikasi
Kata atau istilah komunikasi (dari bahasa Inggris “communication”),secara etimologis atau menurut asal katanya adalah dari bahasa Latin communicatus, dan perkataan ini bersumber pada katacommunis Dalam kata communis ini memiliki makna ‘berbagi’ atau ‘menjadi milik bersama’ yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk kebersamaan atau kesamaan makna.
Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia. Karena itu merujuk pada pengertian Ruben dan Steward(1998:16) mengenai komunikasi manusia yaitu:
Human communication is the process through which individuals –in relationships, group, organizations and societies—respond to and create messages to adapt to the environment and one another. Bahwa komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain.
Komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yaitu:
  1. Komunikator (siapa yang mengatakan?)
  2. Pesan (mengatakan apa?)
  3. Media (melalui saluran/ channel/media apa?)
  4. Komunikan (kepada siapa?)
  5. Efek (dengan dampak/efek apa?).

B.   Proses Komunikasi
Berangkat dari paradigma Lasswell, Effendy (1994:11-19) membedakan proses komunikasi menjadi dua tahap, yaitu:
1.     Proses komunikasi secara primer
Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah pesan verbal (bahasa), dan pesan nonverbal (kial/gesture, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya) yang secara langsung dapat/mampu menerjemahkan pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.
Wilbur Schramm (dalam Effendy, 1994) menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil (terdapat kesamaan makna) apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference) , yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings) yang diperoleh oleh komunikan. Schramm menambahkan, bahwa bidang (field of experience) merupakan faktor penting juga dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya, bila bidang pengalaman komunikan tidak sama dengan bidang pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain. 
2.     Proses komunikasi sekunder
Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.
Seorang komunikator menggunakan media ke dua dalam menyampaikan komunikasike karena komunikan sebagai sasaran berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dsb adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Proses komunikasi secara sekunder itu menggunakan media yang dapat diklasifikasikan sebagai media massa (surat kabar, televisi, radio,dan lainnya), dan media nirmassa (telepon, surat, megapon, dan lainnya).

C.   Hambatan Komunikasi
Berikut ini beberapa hambatan dalam berkomunikasi secara efektif.
  1. Filtering, yaitu pengirim pesan memanipulasi informasi sehingga informasi tersebut seakan-akan terlihat menguntungkan.
  2. Selective perception, yaitu penerima pesan dalam proses komunikasi secara selektif melihat dan mendengar pesan tersebut berdasarkan kebutuhan, motivasi, pengalaman, dan berbagai karakteristik pribadinya.
  3. Information overload, yaitu informasi yang kita terima melebihi kapasitas kita dalam memproses atau mengolah informasi tersebut.
  4. Emotions, yaitu interpretasi yang berbeda terhadap informasi saat kita sedang sedih dengan saat kita merasa senang.
  5. Language atau bahasa, yaitu ketidakpahaman terhadap bahasa atau istilah-istilah tertentu antara satu orang dengan yang lain.
  6. Silence, yaitu tidak adanya komunikasi
  7. Communcation apprehention, yaitu ketakutan atau kecemasan seseorang untuk berkomunikasi
  8. Lying, atau berbohong.

D.   Definisi Komunikaksi Interpersonal Efektif
Komunikasi interpersonal efektif dalam organisasi:
a.     Definisi berdasarkan komponen (componential)
Definisi berdasarkan komponen menjelaskan komunikasi antar pribadi dengan mengamati komponen-komponen utamanya.
b.     Definisi berdasarkan hubungan diadik (dyadic)
Komunikasi antar pribadi ini adalah komunikasi diadik yang melibatkan hanya dua orang, seperti suami istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru murid. Ciri-ciri komunikasi diadik adalah pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam jarak yang dekat, pihak-pihak yang berkomunikasi mengirim dan menerima pesan secara spontan.
c.      Definisi berdasarkan pengembangan (developmental)
Komunikasi antar pribadi dilihat sebagai akhir dari perkembangan dari komunikasi yang bersifat tak pribadio atau interpersonal. Pada suatu ekstrim menjadi komunikasi pribadi atau intim pada ekstrim yang lain. Perkembangan ini mengisyaratkan atau mendefinisikan pengembangan komunikasi antar pribadi.

E.    Model Pengolahan Informasi
Model-model Pengolahan Informasi pada dasarnya menitikberatkan pada cara-cara memperkuat dorongan-dorongan internal (datang dari dalam diri) manusia untuk memahami dunia dengan cara menggali dan mengorganisasikan data, merasakan adanya masalah dan mengupayakan jalan pemecahannya, serta mengembangkan bahasa untuk mengungkapkannya. Model Pengolahan informasi berorientasi pada :
a.     Proses Kognitif
b.     Pemahaman Dunia
c.      Pemecahan Masalah
d.     Berpikir Induktif

F.    Model Interaktif Manajemen
Prinsif Model Interaktif manajemen:
Keseluruhan proses manajemen dibangun berdasarkan hubungan ikatan kepercayaan yang membutuhkan keterbukaan dan kejujuran baik dari pihak manajer maupun pekerja. Bawahan menurut atau melakukan pekerjaannya, bukan karena mereka dibuat seperti itu, tetapi karena mereka merasa mengerti oleh manajer dan memahami masalahnya. Pekerja bekerja keras untuk membuat keputusan yang benar. Mereka merasa tidak suka dimanipulasi, dikontrol, atau dibujuk untuk membuat keputusan bahkan jika keputusan itu yang akhirnya mereka buat. Jangan memecahkan masalah bawahan. Mereka akan merasa tidak menyukai solusi tersebut, dan jika anda sebagai manajer memperkenalkan solusinya, mereka akan tidak menyukai anda. Tunjukan masalahnya; jangan pecahkan. Biarkan bawahan memecahkan masalah-masalah mereka dengan bantuan anda.

Sumber :
Effendy, Onong Uchjana, 1999, Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta : Grasindo
Cangara, Hafidz,2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Sendjaja,Sasa Djuarsa, 1994, Pengantar Komunikasi, Jakarta : Universitas Terbuka
Herujito Yayat, M. 2001,  Dasar-Dasar Manajemen, Jakarta: PT Grasindo

Kartini Hartono. 1994. Psikologi sosial untuk manajemen, perusahaan dan Industri. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Tulisan 12 & 13

Tulisan 12 & 13
Empowerment, Stres dan Konflik
A.   Definisi Empowerment
Pemberdayaan (empowerment) mempunyai beberapa pengertian. Menurut Merriam Webster dan Oxford English Dictionary kata empower mengandung dua arti. Pertama adalah pengertian to give ability or to enable, yaitu memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas pada fihak lain. Sedangkan dalam pengertian kedua diartikan sebagai upaya memberi kemampuan dan keberdayaan. Memberi daya dimana daya ini dimaksimalkan sebagai daya hidup mandiri.
Konsep empowerment telah mengubah konsep pembangunan dan sekaligus strategi bagaimana mengentaskan kemiskinan khususnya di pedesaan. Perubahan ini sering disebut orang sebagai perubahan paradigma atau serangkaian perubahan mulai dari tataran konsep, teori, nilai-nilai, metodologi sampai ke tataran pelaksanaannya.
Pemberdayaan menjadi konsep kunci untuk menanggapi kegagalan pelaksanaan pembangunan selama ini. Sejak dicanangkan konsep pembangunan pada akhir masa perang dunia kedua, ternyata pembangunan membuat orang semakin miskin atau jumlah orang miskin semakin banyak, dan gagasan modernisasi tidak mampu meneteskan hasil-hasil pembangunan kepada kelompok masyarakat termiskin.
B.   Kunci efektif empowerment
Konsep pemberdayaan (empowerment), menurut Friedmann muncul karena adanya dua primise mayor, yaitu “kegagalan” dan “harapan”. Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya model pembangunan ekonomi dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan lingkungan yang berkelanjutan, sedangkan harapan muncul karena adanya alternatif-alternatif pembangunan yang memasukkan nilai-nilai demokrasi, persamaan gender, peran antara generasi dan pertumbuhan ekonomi yang memadai.
Selanjutnya Friedmann dalam Prijono dan Pranaka (1996) menyatakan bahwa kekuatan aspek sosial ekonomi masyarakat menjadi akses terhadap dasar-dasar produksi tertentu suatu rumah tangga yaitu informasi, pengetahuan dan ketrampilan, partisipasi dalam organisasi dan sumber-sumber keuangan, ada korelasi yang positif, bila ekonomi rumah tangga tersebut meningkatk aksesnya pada dasar-dasar produksi maka akan meningkat pula tujuan yang dicapai peningkatan akses rumah tangga terhadap dasar-dasar kekayaan produktif mereka.
C.   Definisi Stres
Menurut Manuaba (1998) stress adalah segala rangsangan atau aksi dari tubuh manusia baik yang berasal daru luar maupun dari dalam tubuh itu sendiri yang dapat menimbulkan bermacam-macam dampak yang merugikan mulai dari menurunnya kesehatan sampai kepada dideritanya suatu penyakit. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, semua dampak dari stress tersebut akan menjurus kepada menurunnya performansi, efisiensi dan produktifitas kerja yang bersangkutan.
D.   Sumber Stres
Sumber stres bisa disebabkan oleh Kondisi individu seperti umur, jenis kelamin, temperamental, genetic, intelegensia, pendidikan, kebudayaan dll. Faktor lingkungan, individu, organisasi juga salah satu pemicu muncul nya stres.
Ciri kepribadian seperti introvert atau ekstrover, tingkat emosional, kepasrahan, kepercayaan diri dll. Sosial – kognitif seperti dukungan sosial, hubungan social dengan lingkungan sekitarnya adalah strategi untuk menghadapi setiap stress yang muncul.

E.    Pendekatan Stres
Sumber pontensial stres memberikan informasi kepada manajemen perusahaan untuk melaksanakan pendekatan individu terhadap organisasional dalam mengatasi stres. Ada dua pendekatan dalam mengatasi stres, yaitu:
  1. Pendekatan individual
Seorang karyawan dapat memikul tanggung jawab pribadi untuk mengurangi tingkat stresnya. Strategi individu yang telah terbukti efektif adalah:
1.      Teknik manajemen waktu.
2.      Meningkatkan latihan fisik.
3.      Pelatihan pengenduran (relaksasi).
4.      Perluasan jaringan dukungan sosial.

  1. Pendekatan Organisasional.
Beberapa faktor yang menyebabkan stres terutama tuntutan tugas dan peran, struktur organisasi dikendalikan oleh manajemen. Strategi yang digunakan:
1.      Perbaikan seleksi personil dan penempatan kerja.
2.      Penggunaan penetapan tujuan yang realistis.
3.      Perancangan ulang pekerjaan.
4.      Peningkatan keterlibatan kerja.
5.      Perbaikan komunikasi organisasi.
6.      Penegakkan program kesejahteraan korporasi.

F.    Definisi Konflik
Terdapat banyak definisi mengenai konflik yang bisa jadi disebabkan oleh perbedaan pandangan dan setting dimana konflik terjadi. Dibawah ini bisa terlihat perbedaan definisi tersebut : Conflict is a process in which one party perceives that its interests are being opposed ora negatively affected by another party. Konflik merupakan suatu bentuk interaksi diantara beberapa pihak yang berbeda dalam kepentingan, persepsi dan tujuan.
Konflik adalah perbedaan pendapat antara dua atau lebih banyak anggota organisasi atau kelompok, karena harus membagi sumber daya yang langka, atau aktivitas kerja dan atau karena mereka mempunyai status, tujuan, penelitian, atau pandangan yang berbeda. Para anggota organisasi atau sub-unit yang sedang berselisih akan berusaha agar kepentingan atau pandangan mereka mengungguli yang lainnya.
Konflik merupakan sebuah situasi dimana dua orang atau lebih menginginkan tujuan-tujuan yang menurut persepsi mereka dapat dicapai oleh salah seorang diantara mereka, tetapi hal itu tidak mungkin dicapai oleh kedua belah pihak.
Di antara definisi yang berbeda itu nampak ada suatu kesepakatan, bahwa konflik dilatarbelakangi oleh adanya ketidakcocokan atau perbedaan dalam hal nilai, tujuan, status, dan lain sebagainya. Terlepas dari faktor yang melatarbelakangi terjadinya suatu konflik, gejala yang mengemuka dalam suatu organisasi saat terjadi konflik adalah saat individu atau kelompok menunjukkan sikap “bermusuhan” dengan individu atau kelompok lain yang berpengaruh terhadap kinerja dalam melakukan aktivitas organisasi.

G.   Jenis-jenis Konflik
Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik atas dasar fungsinya, ada pembagian atas dasar pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, dan sebagainya.
  1. Konflik Dilihat dari Fungsi
Berdasarkan fungsinya, Robbins (1996:430) membagi konflik menjadi dua macam, yaitu: konflik fungsional (Functional Conflict) dan konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict). Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok. Sedangkan konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok.
  1. Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman (1989:393) membagi konflik menjadi enam macam, yaitu:
a.       Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya.
b.      Konflik antar-individu (conflict among individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian (personality differences) antara individu yang satu dengan individu yang lain.
c.       Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma - norma kelompok tempat ia bekerja.
d.      Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization). Konflik ini terjadi karena masing - masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
e.       Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.
f.       Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individuals in different organizations). Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku dari anggota suatu organisasi yang berdampak negatif bagi anggota organisasi yang lain. Misalnya, seorang manajer public relations yang menyatakan keberatan atas pemberitaan yang dilansir seorang jurnalis.
H.   Proses Konflik
Proses konflik tidak hanya mengacu kepada bentuk konflik yang nampak dari tindakan yang terbuka dan penuh kekerasan tapi juga bentuk yang tidak nampak seperti situasi ketidaksepakatan antar pihak. Proses konflik dapat dimulai dari sumber konflik yang meliputi tujuan yang saling bertentangan dan nilai-nilai yang berbeda. Selanjutnya dapat dilihat melalui konflik presepsi dan emosi, manifes konflik, dan hasil konflik.
Konflik akan timbul bila terjadi ketidak harmonisan antara seseorang dalam suatu kelompok dan orang lain dari kelompok lain. Pada dasarnya konflik sesuatu yang wajar terjadi. Konflik akan selalu terjadi, karena manusia dalam suatu organisasi atau perusahaan masing-masing memiliki latar belakang keluarga dan pendidikan yang berbeda-beda. Kadang kala juga ada perbedaan kebiasaan atau pribadi yang kurang baik.  Secara definitif konflik dapat diartikan sebagai suatu pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya, orang lain organisasi dengan kenyataan apa yang diharapkannya. Mc Sahne mendefiniskan konflik sebagai suatu proses dimana salah satu pihak merasa bahwa minat atau tujuannya secara negatif dipengaruhi oleh pihak lain. Sedangkan Stephen Robbin mendefinisikan konflik sebagai suatu proses yang diawali ketika satu pihak merasa bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif atau akan segera mempengaruhi secara negatif sesuatu yang menjdi perhatian pihak pertama.

Sumber :
Munandar, ashar sunyoto, (2001), Psikologi Industri dan Organisasi, Jakarta : Universitas Indonesia Pres.
Panglaykim, j & Tanzil, hanzil. (1981). Manajemen Suatu Pengantar. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Azrul Azwar. 1988. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi kedua. Jakarta: PT. Bina Rupa Aksara.

Herujito Yayat, M. 2001. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: PT Grasindo.

Tulisan 10

Tulisan 10
Kekuasaan dan Pengaruh
A.   Definisi Kekuasaan
Pengorganisasian adalah merupakan fungsi kedua dalam Manajemen dan pengorganisasian didefinisikan sebagai proses kegiatan penyusunan struktur organisasi sesuai dengan tujuan-tujuan, sumber-sumber dan lingkungannya. Dengan demikian hasil pengorganisasian adalah struktur organisasi.
Menurut para ahli:
Menurut Stoner dalam bukunya Dasar-dasar Organisasi, pengorganisasian adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui orang-orang dibawah pengarahan manajer mengejar tujuan bersama. Pengorganisasian adalah bentuk sebuah perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama.
Menurut Siagian (1983), pengorganisasian adalah keseluruhan pengelompokan orang-orang, alat-alat, tugas, kewenangan dan tanggung jawab dalam sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat di gerakkan sebagai suatu kegiatan kesatuan yang telah ditetapkan. Dalam kamus lengkap bahasa indonesia, pengorganisasian merupakan kegiatan merancang dan merumuskan struktur.
B.   Sumber-sumber Kekuasaan
Kekuasaan tidak begitu saja diperoleh individu, ada 5 sumber kekuasaan menurut John Brench dan Bertram Raven, yaitu :
1.     Kekuasaan menghargai (reward power)
Kekuasaan yang didasarkan pada kemampuan seseorang pemberi pengaruh untuk memberi penghargaan pada orang lain yang dipengaruhi untuk melaksanakan perintah. (bonus sampai senioritas atau persahabatan).
2.     Kekuasaan memaksa (coercive power)
Kekuasaan berdasarkan pada kemampuan orang untuk menghukum orang yang dipengaruhi kalau tidak memenuhi perintah atau persyaratan. (teguran sampai hukuman).
3.     Kekuasaan sah (legitimate power)
Kekuasaan formal yang diperoleh berdasarkan hukum atau aturan yang timbul dari pengakuan seseorang yang dipengaruhi bahwa pemberi pengaruh berhak menggunakan pengaruh sampai pada batas tertentu.
4.     Kekuasaan keahlian (expert power)
Kekuasaan yang didasarkan pada persepsi atau keyakinan bahwa pemberi pengaruh mempunyai keahlian relevan atau pengetahuan khusus yang tidak dimiliki oleh orang yang dipengaruhi. (professional atau tenaga ahli).
5.     Kekuasaan rujukan (referent power)
Kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok yang didasarkan pada indentifikasi pemberi pengaruh yang menjadi contoh atau panutan bagi yang dipengaruhi. (karisma, keberanian, simpatik dan lain-lain).

C.   Definisi Pengaruh
Pengaruh adalah kegiatan atau keteladanan yang baik secara langsung atau tidak langsung mengakibatkan suatu perubahan perilaku dan sikap orang lain atau kelompok.
Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang (KBBI 2001:849).
Dari pengertian yang telah dikemukakan sebelumnya dapat disimpulkan, bahwa pengaruh merupakan suatu daya yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain.
Keberadaan pengaruh dalam suatu kepemimpinan memiliki andil yang besar, yaitu dalam hal menyampaikan gagasan, mendapatkan penerimaan dari kebijakan atau rencana dan untuk memotivasi orang lain agar mendukung dan melaksanakan berbagai keputusan yang sudah di tetapkan. Jika kekuasaan merupakan kapasitas untuk menjalankan pengaruh, maka cara kekuasaan itu dilaksanakan berkaitan dengan perilaku mempengaruhi. Oleh karena itu, cara kekuasaan itu dijalankan dalam berbagai bentuk perilaku mempengaruhi dan proses-proses mempengaruhi yang timbal-balik antara pemimpin dan pengikut, juga akan menentukan efektivitas kepemimpinan.
Ada 3 proses mempengaruhi, yaitu:
1.     Kepatuhan instrumental, Seorang target melaksanakan tindakan yang diminta untuk tujuan mendapatkan imbalan yang pasti atau menghindari hukuman. Level dukungan yang diberikan mungkin sangat kecil yang diperlukan untuk mendapatkan penghargaan atau untuk menghindari hukuman.
2.     Internalisasi. Seorang target memiliki komitmen untuk mendukung dan menerapkan proposal yang diajukan oleh pemimpin terlihat seperti diharapkan secara intrinsik dan sesuai dalam hubungannya dengan nilai, keyakinan dan citra pribadi dari target.
3.     Identifikasi Personal. Seorang target meniru perilaku pemimpin atau mengambil sikap yang sama agar disukai oleh pemimpin.

D.   Pengaruh Taktik Organisasi
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain. Selain menggunakan kekuasaan, ada berbagai cara yang dapat digunakan oleh orang yang berada dalam organisasi untuk mempengaruhi orang lain. Taktik-taktik mempengaruhi (Influence Tactics) adalah cara-cara yang biasanya digunakan oleh seseorang untuk mempengaruhi orang lain, baik orang yang merupakan atasan, setingkat, atau bawahannya. Dengan mengetahui dan menggunakan hal ini, maka seseorang dapat mempengaruhi orang lain, dengan tidak menggunakan kekuasaan yang dimilikinya.
Hasil penelitian Yukl dkk, menunjukkan ada sembilan jenis taktik yang biasa digunakan di dalam organisasi (Hughes et all, 2009), yaitu:
1.     Persuasi Rasional (Rational Persuasion), terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain dengan menggunakan alasan yang logis dan bukti-bukti nyata agar orang lain tertarik.
2.     Daya-tarik Inspirasional (Inspirational Appeals), terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain dengan menggunakan suatu permintaan atau proposal untuk membangkitkan antusiasme atau gairah pada orang lain. Misalnya dengan memberikan penjelasan yang menarik tentang nilai-nilai yang diinginkan, kebutuhan, harapan, dan aspirasinya.
3.     Konsultasi (Consultation), terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain dengan mengajak dan melibatkan orang yang dijadikan target untuk berpartisipasi dalam pembuatan suatu rencana atau perubahan yang akan dilaksanakan.
4.     Mengucapkan kata-kata manis (Ingratiation), terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain dengan menggunakan kata-kata yang membahagiakan, memberikan pujian, atau sikap bersahabat dalam memohon sesuatu.
5.     Daya-tarik Pribadi (Personal Appeals), terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain atau memintanya untuk melakukan sesuatu karena merupakan teman atau karena dianggap loyal.
6.     Pertukaran (Exchange), terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain dengan memberikan sesuatu keuntungan tertentu kepada orang yang dijadikan target, sebagai imbalan atas kemauannya mengikuti suatu permintaan tertentu.
7.     Koalisi (Coalitions), terjadi jika seseorang meminta bantuan dan dukungan dari orang lain untuk membujuk atau sebagai alasan agar orang yang dijadikan target setuju.
8.     Tekanan (Pressure), terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain dengan menggunakan ancaman, peringatan, atau permintaan yang berulang-ulang dalam meminta sesuatu.
9.     Mengesahkan (Legitimacy), terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain dengan menggunakan jabatannya, kekuasaannya, atau dengan mengatakan bahwa suatu permintaan adalah sesuai dengan kebijakan atau aturan organisasi.

Sumber :
Marianti , Maria Merry. (2011). Kekuasaan dan taktik mempengaruhi orang lain dalam organisasi. Jurnal Administrasi Bisnis Universitas Parahyangan.
Panglaykim, j & Tanzil, hanzil. (1981). Manajemen Suatu Pengantar. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Azrul Azwar. 1988. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi kedua. Jakarta: PT. Bina Rupa Aksara.
Herujito Yayat, M. 2001. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: PT Grasindo.
T. Hani Handoko, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1985

Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Organisasi dan manajemen sumber daya manusia. Bandung: Rineka Cipta.

Tulisan 8 & 9

Tulisan 8 & 9

Mengendalikan Fungsi Manajemen

A.   Definisi Mengendalikan

Pengertian Controlling di dalam bahasa Indonesia dapat ditafsirkan sebagai pengawasan atau pengendalian sehingga dalam bahasa Inggris pengertian pengawasan dan pengendalian tetap dipergunakan dengan Istilah controlling. Controlling baik yang dalam pengertian pengawasan atau pengendalian oleh sebagian besar masyarakat sering ditafsirkan sebagai usaha dari manajer atau lembaga pengawasan sebagai kegiatan untuk mencari kesalahan. Padahal fungsi pengawasan atau pengendalian tersebut adalah sebagai salah satu keguatan untuk mengadakan perbaikan bila hasil atau jasa yang sudah distandarisasi itu tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan.
Jadi kontrol dapat disimpulkan lebih memusatkan pada efisiensi dan perencanaan atau planning lebih memusatkan pada efektivitas.

Beberapa pakar memberikan definisi controlling sebagai berikut:

1.      George R. Terry
Pengawasan adalah untuk menentukan apa yang telah dicapai, mengadakan evaluasi atasannya, dan mengambil tindakan-tindakan korektif, bila diperlukan, untuk menjamin agar hasilnya sesuai dengan rencana.

2.      Newman
Pengawasan adalah suatu usaha untuk menjamin agar pelaksanaan sesuai dengan rencana.

3.      Henry Fayol
Pengawasan terdiri dengan maksud untuk memperbaikinya dan mencegah terulangnya kembali.

4.      Soejamto
Segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui sasaran obyek yang diperiksa.

5.      Sondang Siagian
Proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar dimana pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

6.      Soekarno K
Suatu proses yang menentukan tentang apa yang harus dikerjakan agar apa yang diselenggarakan sejalan dengan rencana.

B.   Langkah-langkah dalam Kontrol

Langkah-langkah proses pengendalian :
1.      Menentukan standar-standar yang akan digunakan sebagai dasar pengendalian.
2.      Mengukur pelaksanaan atau hasil yang telah dicapai.
3.      Membandingkan pelaksanaan atau hasil dengan standard an menentukan penyimpangan jika ada.
4.      Melakukan tindakan perbaikan, jika terdapat penyimpangan agar pelaksanaan dan tujuan sesuai dengan rencana.

C.   Tipe-tipe Kontrol

Ada tiga tipe pengawasan atau pengendalian, yaitu :

1.      Pengawasan atau pengendalian pendahuluan

Dirancang untuk mengantisipasi adanya penyimpangan dari standar atau  tujuan dan memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap kegiatan tertentu
diselesaikan.

2.      Pengawasan atau pengendalian yang dilakukan bersama dengan pelaksanaan kegiatan.

Merupakan proses di mana aspek tertentu dari suatu prosedur harus disetujui
dulu atau syarat tertentu harus dipenuhi dulu sebelum kegiatan - kegiatan bisa
dilanjutkan, untuk menjadi semacam peralatan "double check" yang telah
menjamin ketepatan pelaksanaan kegiatan.

3.      Pengawasan atau pengendalian  umpan balik.
4.       
Mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan.

Ada beberapa tahap proses pengawasan antara lain:
1.      Penetapan standard kegiatan.
2.      Penentuan pengukuran kegiatan.
3.      Pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata.
4.      Membandingkan pelaksanaan kegiatan dengan standard dan penganalisaan penyimpangan-penyimpangan.
5.      Mengambil tindakan pengoreksian bila dianggap perlu.

Permasalahan yang dihadapi oleh eksekutif dalam pengawasan karena harus
melakukan koordinasi terhadap tiga komunikasi, koordinasi, dan kerjasama
sangatlah vital, sehingga diperlukan sekali perhatian terhadap masa1ah orang dan
cara pengawasan terhadapnya (cara kerja dan sikapnya).


D.   Kontrol Proses Manajemen

1.      Perencanaan Strategi.
2.      Penyusunan Anggaran. 
3.      Pelaksanaan. 
4.      Evaluasi Kerja. 

Sumber :
H. Moh. Isa. 1980. Beberapa Bacaan tentang Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai Depkes RI.
Azrul Azwar. 1988. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi kedua. Jakarta: PT. Bina Rupa Aksara.
Azrul Azwar. 1988. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi kedua. Jakarta: PT. Bina Rupa Aksara.

Herujito Yayat, M. 2001. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: PT Grasindo